Inilah Teladan Kepemimpinan Utsman bin Affan
Oleh Firman Hidayat
Utsman bin Affan radhiallahuanhu merupakan salah satu dari empat
khulafa rasyidin tersebut. Berbagai sifat terpuji membuat semua orang
tidak ragu memberikannya tampuk kepemimpinan setelah sepeninggalan
khalifah kedua, Umar bin Al-Khattab radhiallahuanhu.
Utsman
merupakan satu dari sekian banyak lulusan terbaik dari madrasah Muhammad
Shallallahualaihi Wasallam. Darinya lah kepribadian Utsman yang tangguh
itu terbentuk. Berbagai keilmuan beliau serap dari sang nabi terakhir
itu. Sebuah berkah dari kebersamaannya bersama Nabi Muhammad
Shallallahualaihi Wasallam, baik ketika masih di Madinah maupun ketika
sudah berhijrah ke Makkah.
Satu contoh kongkret bagaimana Utsman
menerima pengajaran dari madrasah kenabian itu ialah kealimannya tentang
Al-Quran. Darinya, beliau meriwayatkan sebuah hadits masyhur yang
selalu dijadikan sebagai syiar ahli Quran, "Sebaik-baik kalian adalah
orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya".
Tentang
bagaimana Utsman beserta shahabat lain mempelajari Al-Quran dari
Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam, maka mari kita dengarkan
penuturan Abu Abdurrahman As-Sulami. Beliau bercerita, "Orang-orang yang
mengajari kami Al-Quran seperti Utsman bin Affan, Abdullah bin Masud,
dan lainnya- menceritakan, bahwa jika mereka belajar sepuluh ayat dari
Nabi Shallallahualaihi Wasallam, maka mereka tidak akan melampaunya
sampai mereka mempelajari ilmu dan amal yang terkandung di dalamnya.
Mereka berkata, Jadi kami mempelajari Al-Quran, ilmu, dan amalnya
sekaligus".
Sebelum wafatnya Rasulullah Shallallahualaihi
Wasallam, Utsman sempat menyetorkan hafalan Al-Quran dari awal hingga
akhir kepada Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam. Diceritakan bahwa
Utsman radhiallahuanhu mengkhatamkan Al-Quran dalam satu rekaat, yaitu
rekaat witir. Dan ini merupakan salah satu kebiasaanya.
Dalam
Al-Bidayah wa An-Nihayah (VII/215), Imam Ibnu Katsir mengatakan, "Hal
seperti ini telah diriwayatkan dari selain jalur ini, bahwa beliau
shalat satu rekaat dengan Al-Quran di sisi Hajar Aswad, di waktu haji.
Ini merupakan salah satu kebiasaannya. Semoga Allah meridhainya".
Utsman pernah berkata, "Dari dunia ini aku diberi kecintaan pada tiga
hal, yaitu memberikan kekenyangan pada orang-orang yang kelaparan,
memberikan pakaian pada orang-orang yang tidak punya pakaian, dan
membaca Al-Quran".
Beliau juga pernah menyatakan, "Seandainya
hati kita suci, tentulah kita belum lagi merasa kenyang terhadap kalam
Rabb kita. Dan sesungguhnya diriku merasa benci ada hari di mana aku
tidak melihat mushaf Al-Quran."
Dari sini nampaklah bagaimana
kepribadian dan akhlak Utsman terbentuk menyatu dalam dirinya.
Sesungguhnya itu semua dari berkah kebersamaannya dengan Rasulullah
Shallallahualaihi Wasallam dan kebiasaannya menjaga Al-Quran yang
menjadikannya kuat menerima tampuk kepemimpinan sepeninggalan Umar bin
Al-Khattab radhiallahuanhu.
Baiklah. Kiranya beberapa hal di atas
sudah cukup menggambarkan bagaimana sosok kepribadian Utsman bin Affan
radhiallahuanhu. Mari sekarang kita lihat ketekadannya dalam memimpin
umat.
Dalam masa kepemimpinannya, Utsman menjadikan Al-Quran dan
Sunnah Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam sebagai pijakan kemudian
apa saja yang telah digariskan dan diwariskan oleh dua khalifah
pendahulunya, Abu Bakar dan Umar. Ini pulalah yang telah diisyaratkan
oleh Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam sebagaimana yang
diketengahkan At-Tirmidzi, "Ikutilah dua orang sepeninggalanku," seraya
menunjuk Abu Bakar dan Umar.
Metode kepemimpinan Utsman ini juga
sudah beliau sampaikan di awal khutbah kepemimpinannya. Yaitu dengan
menjadikan Al-Quran dan Sunnah sebagai pedoman kemudian petunjuk dua
khalifah yang mendahuluinya. Kenyataan ini tentu mengingatkan kita pada
sebuah kaidah kepemimpinan yang masyhur, yaitu sebuah ungkapan,
"Mulailah dengan apa yang sudah dilakukan orang-orang terdahulu. Jangan
memulai dari apa yang telah dimulai orang-orang terdahulu." Maksudnya
ketika memimpin atau aktifitas lainnya hendaknya dilakukan dengan
meneruskan apa yang sudah dilakukan orang-orang terdahulu, bukan malah
memulai sebagaimana orang-orang terdahulu memulai.
Dari sekian
banyak corak kepemimpinan Utsman bin Affan ialah perhatiannya terhadap
keadaan orang-orang yang dipimpinnya. Keadaan di sini meliputi seluruh
aspek kehidupan, terutama dalam menjalin hubungan antara diri seorang
hamba dengan Rab-nya dengan selalu memperhatikan batasan-batasan yang
telah digariskan-Nya dan tidak melampauinya. Dengan demikian, kehidupan
akan berjalan lurus dan kejayaan akan dapat dengan mudah digapai.
Abu Bakar bin Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam meriwayatkan, dari
ayahnya, ia berkata, "Aku mendengar Utsman bin Affan menyampaikan
khutbah di hadapan orang-orang. Beliau berkata, Jauhilah khamr oleh
kalian. Sebab, khamr merupakan porosnya segala kejelekan Pada akhirnya
beliau berkata, Jauhilah khamr. Demi Allah, iman dan candu khamr tidak
akan pernah bersatu dalam diri seseorang".
Al-Hasan Al-Bashri
mengatakan, "Aku menyaksikan Utsman dalam khutbahnya menyuruh agar
anjing dapat dibunuh dan merpati dapat disembelih." Sementara itu Zubaid
bin Ash-Shalt mengatakan, "Aku mendengar Utsman berkata di atas mimbar,
"Wahai manusia, jauhilah perjudian maksudnya dadu. Sebab ada yang
mengabariku bahwa ada dadu di rumah beberapa orang di antara kalian.
Oleh sebab itu apabila ada dadu di rumahnya, hendaklah ia membakarnya
atau menghancurkannya".
Di lain kesempatan Utsman juga berkata di
atas mimbar, "Wahai manusia, aku sudah mengajak kalian bicara tentang
dadu ini. Namun aku tidak melihat kalian membuangnya. Sungguh aku sudah
berkeinginan agar kayu-kayu bakar itu dikumpulkan lantas kekirimkan ke
rumah-rumah yang menyimpan dadu sehingga aku membakarnya di hadapan
mereka".
Jual-beli merupakan aktifitas mutlak yang tidak bisa
ditinggalkan oleh siapa pun. Dari aktifitas ini orang dapat memenuhi
kebutuhannya. Ia salah satu kegiatan penting masyarakat. Oleh karena itu
Utsman juga sangat memperhatikan aktivitas jual beli ini. Salah satunya
mengenai harga barang-barang di pasaran. Sebab harga kerap kali menjadi
keluhan masyarakat, terutama di masa sekarang ini. Semakin tinggi harga
kebutuhan di masyarakat, maka asumsi kemiskinan semakin bertambah akan
semakin nampak jelas. Yang miskin bertambah miskin, sementara yang kaya
lambat laun berubah miskin. Demikian teori yang dinyatakan sebagian
pakar. Oleh sebab itu tolak ukur harga hendaknya diberikan sepenuhnya
pada pemerintah yang sah agar orang-orang pasar tidak sembarangan
menentukan harga dagangannya yang pada gilirannya hanya akan menimbulkan
keresahan masyarakat.
Dalam riwayat lain, sebagaimana yang
dinukil As-Suyuthi dalam Tarikh Al-Khulafa hlm. 163 yang dinukilnya dari
Thabaqat Ibnu Sad, selain menanyakan harga-harga di pasaran, Utsman
juga menanyakan tentang orang-orang yang tengah tergeletak sakit.
Dalam Hilyah Al-Auliya (I/61), tersebut bahwa Abu Masyjaah menuturkan,
"Kami pernah mengunjungi orang sakit bersama Utsman. Ia pun berkata pada
orang yang sakit itu, Ucapkanlah la ilaha illallah. Maka orang yang
sakit itu mengucapkannya. Utsman berkata, Demi Dzat yang jiwaku berada
di tangan-Nya, sesungguhnya dia telah melemparkan seluruh kesalahannya
denga kalimat itu sehingga kesalahan-kesalahannya itupun hancur lebur.
Aku bertanya, Adakah sesuatu yang engkau katakan? Atau engkau pernah mendengarnya dari Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam?
Utsman menjawab, Bahkan aku telah mendengarnya dari Rasulullah
Shallallahualaihi Wasallam. Kami berkata, Wahai Rasulullah, hal semacam
ini keutamaan untuk orang yang sakit, lalu bagaimana untuk orang yang
sehat? Beliau Shallallahualaihi Wasallam menjawab, Untuk orang yang
sehat lebih bisa lagi meleburkan kesalahan.".
Jika ditelusuri
lebih dekat lagi bagaimana perhatian besar Utsman terhadap rakyat yang
dipimpinnya, tentu akan lebih sangat menakjubkan. Sebuah sikap yang
patut diteladani setiap orang yang bertindak memimpin suatu negeri.
Perhatiannya itu beliau tunjukkan dalam banyak kesempatan. Baik melalui
surat-surat yang sampai padanya maupun dengan cara bertanya langsung
kepada tamu-tamu Allah di musim haji. Selain itu beliau juga kerap
menghubungi kepala-kepada daerah yang ditugaskannya untuk menanyakan
keadaan rakyatnya.
Walaupun mungkin dalam setiap urusan
masyarakat ada orang-orang tertentu yang sudah ditunjuk kepala negara
sebagai penanggungjawab, namun hal tersebut sebaiknya tidak menghalangi
seorang pemimpin negara mencari tahu sendiri aktivitas yang tengah
berlangsung. Tidak seperti sebagian pemimpin hanya karena sudah
menugaskan orang tertentu sebagai penanggungjawab lalu jika ditanya
tentang hal tersebut dengan mudah menjawab, "Bukan urusan saya". Sebuah
ungkapan jitu untuk lari dari tanggungjawab besar seorang pemimpin
negara.
Hal rendah seperti ini tidak terjadi pada diri Utsman bin
Affan Shallallahualaihi Wasallam saat dirinya menjabat sebagai kepala
negara. Beliau bahkan dengan sendiri mencari tahu harga-harga barang di
pasaran. Musa bin Thalhah bin Ubaidullah menceritakan, "Aku melihat
Utsman bin Affan beserta seorang penyeru. Beliau mengajak orang-orang
berbicara dan bertanya dan mencari tahu dari mereka tentang harga-harga
dan berita-berita."
Dalam kesempatan itulah Utsman mencari tahu
tentang kebutuhan apa sajakah yang masih kurang di tengah rakyat yang
dipimpinnya. Maka jika ia mengetahui tentang kebutuhan yang diperlukan
rakyat, ia akan segera memenuhi kubutahan tersebut. Salah satu yang
sering ia lakukan adalah memberikan biaya orang yang tengah melahirkan
beserta nafkah untuk bayinya yang diambilnya dari baitul maal.
Ibnu Qutaibah dalam Al-Mushannaf fi Al-Hadits (III/1023) melaporkan dari
Urwah bin Az-Zubair, ia menuturkan, "Aku telah menjumpai zaman
kepemimpinan Utsman. Tidak ada jiwa muslim pun kecuali memiliki hak dari
baitul maal".
Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah (X/386)
menceritakan bahwa suatu saat Utsman merasa kehilangan wanita yang
biasa membantunya. Beliau diberi tahu bahwa ternyata wanita tersebut
tengah melahirkan bayi. Maka beliaupun mengirimkan 50 dirham dan kain
dari Sunbulani. Utsman berkata, "Pemberian dan pakaian ini untuk anakmu.
Apabila dia sudah berusia setahun, kami akan menambahnya menjadi 100".
Demikian juga di antara kegiatan Utsman demi berlangsungnya kehidupan
bermasyarakat dengan penuh kesejahteraan ialah memberikan arahan pada
orang-orang yang diberinya tugas memimpin suatu daerah tertentu. Hal
tersebut beliau sampaikan dalam bentuk tulisan (surat) yang beliau
kirimkan kepada setiap orang yang bertanggungjawab atas daerah-daerah
yang dipimpinnya. Dalam surat tersebut, sebagaimana yang termaktub dalam
Tarikh Ath-Thabari (V/244), Utsman mengingatkan kewajiban mereka
terhadap rakyat. Beliau mengatakan bahwa tugas mereka bukanlah
mengumpulkan harta zakat, namun lebih kepada kepentingan serta
kemaslahatan masyarakat umum.
Beliau menyebutkan langkah-langkah
politik yang baik, yaitu dengan memberikan hak maysrakat sepenuhnya
dengan tetap mengambil kewajiban yang semestinya mereka tunaikan. Dengan
demikian, keadaan masyarakat akan menjadi stabil. Namun jika
sebaliknya, perhatian pemimpin hanya berpusat pada penarikan zakat dari
masyarakat, maka berarti sudah tidak ada lagi rasa malu pada diri
mereka, amanah menjadi terlantarkan, dan tidak ada lagi sikap menunaikan
janji.
Sementara itu, beliau juga mengirim surat pada para
panglima perang beserta pasukannya. Isinya pun berupa arahan dan
petunjuk bagaimana menjadi panglima yang baik dan apa saja tugas yang
semestinya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Beliau menulis, "Amma bad
Sesungguhnya kalian adalah penjaga kaum muslimin dan pembela mereka.
Umar telah menggariskan tugas untuk kalian yang masih kami ingat, bahkan
beliau sampaikan di hadapan para pembesar kita."
"Karena itu
jangan sampai aku dengar dari salah seorang kalian ada yang mengubah dan
menggantinya, sehingga Allah akan mengubahnya dengan kalian dan
menjadikan orang lain menggantikan posisi kalian. Maka perhatikanlah
masa depan kalian, aku pun akan memperhatikan apa saja yang telah Allah
wajibkan atas diriku tentang apa saja yang semestinya kuperhatikan dan
apa yang seharusnya kulakukan". Demikian yang tercatat dalam Tarikh
Ath-Thabari (V/244).
Begitu pula surat edaran yang beliau tulis
untuk masyarakat umum. Isinya pun berupa arahan dan anjuran bagaimana
sebaiknya menjadi rakyat yang baik. Surat tersebut, seperti yang dicatat
dalam Tarikh Ath-Thabari (V/245), antara lain menekankan agar umat
selalu berada di dalam koridor agama yang dibangun berdasarkan ittiba
(mencontoh dan meneladani Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam) dan
agar tidak memberatkan diri serta melakukan perkara-perkara yang
dibuat-buat (bidah).
Sibuknya memimpin umat negara yang sudah
hampir memasuki Eropa tidak kemudian membuat Utsman melalaikan akan
kewajibannya sebagai seorang hamba Allah Azza wa Jalla. Justru dalam
kepemimpinannya ini beliau lebih memperbanyak beribadah kepada Allah dan
bermunajat pada-Nya. Ia begitu sadar bahwa amanat serta tanggungjawab
yang diembannya bukanlah perkara ringan. Oleh sebab itu hubungan antara
dirinya dengan Rabb-nya kiranya dapat lebih dipererat lagi agar dalam
menjalankan tugas mendapat petunjuk dari-Nya.
Gambaran banyaknya
ibadah yang menjadi rutinitas Utsman salah satunya sudah kita sebutkan
di atas. Ya. Beliau Biasa mengkhatamkan Al-Quran dalam satu rekaat
shalat di sisi Hajar Aswad.
Oleh karena itu ketika menafsirkan ayat kesembilan dari surat Az-Zumar yang berbunyi:
"(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang
yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia
takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?" (QS.
Az-Zummar: 9).
Abdullah bin Umar radhiallahuanhu mengatakan, "Dia adalah Utsman bin Affan."
Sementara itu ketika menafsirkan ayat:
"Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada pula di atas jalan yang lurus?" (An-Nahl: 76).
Ibnu Abbas radhiallahuanhu menyatakan, "Dia adalah Utsman".
Utsman bin Affan radhiallahuanhu juga terkenal biasa melakukan puasa
sepanjang masa dan pada malam harinya mengerjakan shalat sepanjang malam
kecuali di awal malam yang digunakannya untuk memejamkan mata sejenak.
Demikian seperti yang terekam dalam Shifah Ash-Shafwah I/302.
Selain itu Utsman juga dikenal sebagai sosok yang berkepribadian
dermawan dan tawadhu meski sebagai orang nomor satu di zamannya. Mubarak
bin Fadhalah meriwayatkan dari Al-Hasan, ujarnya, "Aku pernah melihat
Utsman tidur di Masjid sedangkan selendangnya (kain yang biasa dikenakan
untuk menutupi bagian atas badan) berada di bawah kepalanya.
Orang-orang pun mulai berdatangan duduk di sisinya sehingga seakan-akan
beliau bagian dari mereka."
Demikianlah sekelumit riwayat hidup
Utsman radhiallahuanhu di masa-masa kepemimpinannya. Tentu di sana masih
banyak lagi potret kebijaksanaan dan keteladanan Utsman dalam memimpin
yang kiranya perlu dicontoh oleh siapa saja yang tengah memegang tampuk
kepemimpinan, sekecil apa pun kepemimpinan yang dipegangnya.
Jika
kita terus menelusuri sejarah Islam beserta tokoh-tokohnya, tentu kita
akan merasa cukup mencari sosok dan pelajaran untuk masa depan yang
lebih baik. Tidak ada tokoh dan keindahan sejarah mana pun yang dapat
menandingi sejarah Islam serta para pelaku sejarah itu. Maka tidak ada
teladan kecuali keteladanan dalam Islam. Namun sayang seribu sayang,
kenyataan justru berkata sebaliknya. Banyak orang yang lebih
mendahulukan sejarah dan ketokohan orang-orang Barat dibandingkan
ketokohan umat Islam sendiri. Padahal jika sedikit saja mereka mau
membuka matanya membaca sejarah Islam, tentu mereka akan merasa lebih
daripada cukup. Wallahualam.
sumber : https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=1064306853601770&id=245939602105170
Baca Juga:
- 10 Sahabat Nabi SAW yang dijamin masuk surga
No comments:
Post a Comment