Oleh: Ina Salma Febriani
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap
umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut
itu, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah
dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka
berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang
yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS. An-Nahl: 36).
Ada dua esensi dari QS An-Nahl di atas yaitu seruan
pentauhidan dan perintah agar manusia menelusuri kembali sebuah peradaban.
Seperti yang kita ketahui bersama, jauh sebelum Islam lahir,
manusia telah mampu melahirkan peradaban yang luar biasa. Namun, karena
peradaban itu tidak didasari kepatuhan pada Tuhan, maka penduduknya pun—Kaum
Ad, Tsamud, Nuh, Sodom, Musa— hancur binasa.
Peradaban (civilization) diartikan oleh Sayyid Quthb sebagai
apa yang diberikan manusia berupa bentuk-bentuk gambaran, pemahaman, konsep dan
nilai kebaikan untuk menuntun manusia. Definisi dari penulis tafsir “Fii
Zhilalil Quran” ini bahwa peradaban sesungguhnya dapat menuntun manusia bukan
hanya pada urusan-urusan dunia, namun juga sebagai pengabdian pada Tuhan.
Peradaban dunia diawali oleh peradaban Yunani dengan para
pencetus termasyhur seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles. Setelah peradaban
Yunani jaya dan mengalami masa kehancurannya, peradaban India mulai tampil ke
permukaan dengan nilai spiritualitas yang tinggi dan menawarkan sistem kasta.
Usai peradaban India, Romawi dan Persia pun memberikan
sumbangsihnya terhadap peradaban dunia. Jika peradaban Persia unggul dalam
bidang tata Negara, politik, dan strategi perangnya, maka Romawi lebih
memfokuskan diri kepada bentuk pengabdian pada beberapa dewa dan ekspansi.
Mengutip Prof Dr Raghbi As-Sirjani, bahwa sisi negatif
peradaban sebelum Islam ialah tiadanya nilai moral dan penghormatan kepada
sesama. Pendapat Raghbi didukung oleh Will Durrant dalam “The Story of
Civilization”.
Ia menuturkan bahwa peradaban Yunani bukan peradaban yang
baik dalam bidang akhlak dan sangat tidak manusiawi. Pendapat Will Durrant
beralasan sebab kalau kita kaji lebih dalam bahwa peradaban Yunani yang memang
unggul dalam bidang filsafat, menghalalkan pembunuhan terhadap anak daripada
tidak terpenuhi kebutuhannya.
Selain itu, seks bebas pun merajalela, dan munculnya rasa
tidak simpati terhadap sesama. Plato juga mencetuskan istilah kota yang
berdaulat yang terdiri atas empat golongan yaitu ahli filsafat, tentara, pekerja
dan petani. Tidak berbeda dengan sistem kasta India, urutan terbawah dalam
India yaitu kasta Sudra nasibnya sama dengan golongan petani dalam konsep
pemikiran Plato.
Berbeda dengan empat peradaban besar dunia di atas, Islam
lahir sebagai penyambung antara peradaban kuno dengan peradaban modern.
Peradaban Islam dibangun atas empat pilar dasar yaitu universalitas, tauhid, seimbang serta adanya sentuhan akhlaq. Jika sistem kasta India membuat sebagian golongannya merana, Islam hadir dengan nuansa berbeda.
Peradaban Islam dibangun atas empat pilar dasar yaitu universalitas, tauhid, seimbang serta adanya sentuhan akhlaq. Jika sistem kasta India membuat sebagian golongannya merana, Islam hadir dengan nuansa berbeda.
Pertama, nilai universalitas bahwa semua manusia sama di
hadapan Allah yang membedakannya hanyalah takwa (QS. Hujurat: 13).
Kedua nilai tauhid. Nilai tauhid ini memiliki makna bebas dari menghamba selain pada Allah.
Kedua nilai tauhid. Nilai tauhid ini memiliki makna bebas dari menghamba selain pada Allah.
Ketiga, seimbang, yang berarti peradaban islam mampu
mensinergikan antara hubungan dengan Tuhan (hablumminallah) juga hubungan
dengan manusia (hablumminannas) sehingga keduanya dapat berjalan bersama tanpa
harus menyisihkan salah satunya.
Terakhir, sentuhan akhlak. Inilah yang membedakan peradaban
Islam dengan peradaban besar sebelumnya. Peradaban Islam mampu menggabungkan
antara teori dengan realitas. Jika pada taraf teorinya dalam nash Alquran kita
harus berbuat baik terhadap sesama, maka dalam praktiknya, kita dituntut mampu
untuk menghapuskan segala bentuk kesenjangan sosial, meniadakan sistem kasta,
pembunuhan, perdagangan manusia sampai pada tingkat penghapusan perbudakan.
Tak berlebihan jika peradaban Islam adalah peradaban abadi
yang bersifat universal, sehingga semua manusia dapat menerima secara logika,
sebab sumber orisinil dalam peradaban Islam ialah wahyu.
Redaktur : Chairul Akhmad
Sumber : Republika.co.id (November 2012)
Sumber : Republika.co.id (November 2012)
No comments:
Post a Comment